Minggu, 16 November 2014

masjid Al-Muhajirin Tulungagung



BAB 4
KAJIAN PENELITIAN

         Dari hasil penelitian dan observasi yang kami lakukan, kami dapat menyajikan data-data yang kami peroleh
4.1 Kondisi Lapangan di Masjid Al-Muhajirin
           Lokasi Masjid Al-Muhajirin terletak di dusun Gleduk Desa Gedangsewu,kec. Boyolangu, Tulungagung, tepatnya di pondok pesantren almarhum bapak H. Mashuri Tempatnya berada di sebelah Barat perempatan gledug masuk gang kiri jalan. . Lokasi dan medannya mudah  dijangkau membuat  masjid ini  sering dikunjungi oleh para jamaah untuk beribadah . Jika ditempuh dengan kendaraan bermotor, hanya memerlukan waktu kurang lebih 15 menit dari pusat kota Tulungagung.

4.2 Masjid Al-Muhajirin
Gaya arsitektur bangunan masjid Al-Muhajirin bila terlihat dari depan tampak seperti bangunan candi Budha,yaitu bangunannya tinggi dan berundak-undak.kemudian pada lengkungan-lengkungan jendela Masjid tersebut mengadopsi dari bangunan suci Masjidil Aqsa.design interiornya sangat rapi dan penuh dengan ukir-ukiran serta kaligrafi yang menjunjung tinggi asma Allah.yang mendesign ukir-ukiran dan kaligrafi tersebut adalah Imam Hambali atau yang lebih dikenal dengan mbah kumbang yang meniru dari ukiran Jepara.
Bentuk bangunan masjid ini terdiri dari dua lantai dengan atap yang berbentuk tumpang dua dan yang atas menjulang tinggi hal ini merupakan bukti akulturasi dari budaya Hindu.Makna dari atap ini adalah 2 kalimat syahadat.
Tiang masjid (saka) berjumlah 16. Mimbar berasitektur jepara , dan berwarna biru yang berukuran kurang lebih 1 meter kali 1 meter. Disetiap dinding terdapat tulisan arab saf berjumlah 16. Pemberitauan waktu solat dilakukan dengan memukul beduk atau kentungan.Atap atau langit-langit masjid terbuat dari kayu yang dianyam berbentuk segitiga , dilengkapi dengan lampu bermodel jawa kuno.toilet masjid terdapat sirkulasi air yang berfungsi untuk mensucikan kaki setelah berwudhu.pembatas saf perempuan dengan laki-laki hanya menggunakan tirai dari kain.bangunan dibuat semegah didalam dan sesempit dari luar.













( gb.1  Masjid tampak dari luar )
4.3 Fungsi dan tujuan dibangunnya Masjid
Fungsi dibangunnya masji Al-Muhajirin selain sebagai tempat peribadatan juga sebagai tempat berkumpulnya masyarakat untuk musyawarah sehingga dapat saling menjalin tali silaturrahmi juga sebagai sarana pendidikan hal ini terbukti dengan dijadikannya lantai atas masjid ini sebagai tempat ngaji oleh anak-anak sekitar masjid tersebut.







BAB 5
PEMBAHASAN
5.1 Sejarah berdirinya Masjid Al-Muhajirin
Masjid Al-Muhajirin diresmikan pada Jumat Kliwon pada tanggal tanggal 10 Juli 1992 oleh bupati daerah tingkat 2 Tulungagung Bapak Drs.H. Jaefoedin Said. Masjid ini dibangun oleh H.Masyhuri Z. Dan para sahabatnya sebagai pindahan dari masjid Jami kabupaten Tulungagung. Pendirian masjid ini melibatkan 150 pekerja.
Masjid Agung Al Muhajirin sedikit demi sedikit sudah memiliki rekaman sejarah, dengan penyeimbang masa generasinya.Sehingga dengan keberadaan masjid ini dapat  menumbuhkan kejasmanian dan kerohanian generasi muda.
            Bangunan Masjid Muhajirin merupakan wujud bangunan kuno (tradisional), kita dapat melihatnya pada foto Arsip daerah Tulungagung.Dimasjid inilah kita secara tidak langsung berinteraksi dengan masyarakat, sehingga masjid menjadi pusat aktifitas masyarakat untuk beribadah, dan berhubungan dengan Allah SWT dan juga dengan manusia.










(gb.2  bukti peresmian masjid)

 5.2 Gaya arsitektur dari bangunan Masjid Al-Muhajirin Gedangsewu.
Gaya arsitektur bangunan masjid Al-Muhajirin bila terlihat dari depan tampak seperti bangunan candi Budha,yaitu bangunannya tinggi dan berundak-undak.kemudian pada lengkungan-lengkungan jendela Masjid tersebut mengadopsi dari bangunan suci Masjidil Aqsa.design interiornya sangat rapi dan penuh dengan ukir-ukiran serta kaligrafi yang menjunjung tinggi asma Allah.yang mendesign ukir-ukiran dan kaligrafi tersebut adalah Imam Hambali atau yang lebih dikenal dengan mbah kumbang yang meniru dari ukiran Jepara.
Bentuk bangunan masjid ini terdiri dari dua lantai dengan atap yang berbentuk tumpang dua dan yang atas menjulang tinggi seperti stupa candi,hal ini merupakan bukti akulturasi dari budaya Hindu.Makna dari atap ini adalah 2 kalimat syahadat.
Tiang penyangga masjid (saka) yang ada didalam berjumlah 12 dan yang diteras berjimlah 4 sehingga jumlah seluruh saka ada16.Disetiap dinding terdapat tulisan arab saf berjumlah 16 dan memiliki perpaduan antara tulisan arab dan bahasa jawa serta tanpa ada harokatnya.
Atap atau langit-langit masjid terbuat dari kayu yang dianyam berbentuk segitiga , dilengkapi dengan lampu bermodel jawa kuno.Pada jendela ruang atas terdapat kaca berwarna-warni yang memancarkan cahaya bila dilihat dari bawah tempat pusat peribadatan.Pembatas saf perempuan dengan laki-laki hanya menggunakan tirai dari kain.Design bangunan dibuat sangat megah didalam dan tampak sempit dari luar.
Selain itu di sebelah kiri Masjid terdapat toilet dan tempat wudlu yang memiliki sirkulasi air untuk mensucikan kaki setelah berwudhu.Sedangkan disebelah kanan masjid terdapat sebuah bangunan kuno yang kami sendiri belum tahu fungsi dan sejarahnya.
(lihat gambar di bawah ini :)









a.       Ruangan didalam masjid











b.      Saka/tiang penyangga masjid





















c.       Tempat wudlu











d.      Bangunan kuno di sebelah kanan masjid










5.3             Wujud akulturasi masjid Al-Muhajirin dengan kebudayaan hindu/jawa
Berikut adalah bukti akulturasi dari Masjid Al-Muhajirin
1.      Beratap tumpang
Akulturasi budaya Atap Tumpang Masjid dengan Atap Tumpang Meru. "Meru" Dalam bahasa sansekerta artinya Gunung, persepsi budaya Hindu gunung adalah "pelinggih" Sang Hyang Widhi Wasa (Tuhan Yang Masa Esa). Dan mereka percaya bahwa tempat yang tinggi merupakan tempat yang dapat mendekatkan kepada Sang Pencipta. Dalam agama Hindu meru terlihat pada bentuk bangunan pura.Wujud akulturasi budaya Atap Tumpang Meru dengan Atap Tumpang Masjid adalah yang terjadi di Masjid Al-Muhajirin.
Tumpang dari Masjid Al-Muhajirin adalah bertumpang dua yang berarti 2 kalimat syahadat.Atap tersebut disusun semakin keatas semakin kecil dan puncaknya dilengkapi dengan mustaka.

2.      Ukiran khas Jawa
Selain berakulturasi dengan agama Hindu,Masjid  Al-Muhajirin juga telah berakulturasi dengan kebudayaan local,yang berwujud ukir-ukiran Jepara.(lihat gambar)











3.      Kaligrafi
Di tas tempat imam terdapat perpaduan kaligrafi dengan huruf arab dan jawa yang tidak menggunakan harokat.Karateristik tersebut terdiri dari tiga baris, adanya bunyi dalam bacaan bahasa Indonesia sebagai berikut :
Baris pertama            : Lailaha illalloh muhammadar rosulullah.                                    
Baris kedua               : Penget tatkala nyeler kiai Mangun (fihqon).
Baris ketiga               : Ing dino ahad kaping 11 sawal tahun 1262 H.
Tulisan tersebut berada di sisi atas mihrab tepatnya di tengah-tengah hiasan imaman dengan di kelilingi hiasan ukir-ukiran yang bermotif bunga.
4.      Bedug dan Kentongan
Bedug dan kentongan merupakan hasil dari akulturasi dengan kebudayaan yang ada di Indonesia sebelumnya

5.4             Fungsi perangkat masjid di Masjid Al-Muhajirin Gedangsewu
fungsi dari masing-masing perangkat masjid adalah sebagai berikut:
a.      Kentongan
Pada dasarnya kentongan adalah tradisi kebudayaan hindu.Fungsi dari kentongan bagi masyarakat Hindu berkaitan dengan pelaksanaan upacara seperti ketika nedunang batara dan ketika nyimpen. Fungsi yang lain adalah sebagai tanda bahwa pertemuan antara krama pura akan segera dimulai yang membicarakan berbagai masalah tentang pura seperti : persiapan piodalan, rencana perbaikan pura dan lain-lainnya.
Namun setelah Islam datang fungsi dari kentongan diubah menjadi alat panggilan untuk shalat yang dilakukan dengan cara dipukul.

b.      Bedug
Adanya Bedug dikaitkan dengan ekspedisi pasukan Cheng Ho abad ke-15. Kata Bedug juga sudah disinggung dalam kidung Malat, sebuah karya sastra berbentuk kidung yang ditulis pada zaman Mahapahit, dari kurun waktu abad ke 14-16 Masehi.
Amen Budiman (1979: 40) mengatakan asal-usul bedug yang diletakkan di serambi-serambi masjid Jawa, merupakan pengaruh arsitektur Cina, di mana bedug diletakkan tergantung di serambi kelenteng.
Bedug pada masa itu berfungsi sebagai alat komunikasi dan penanda waktu seperti perang, bencana alam, atau hal mendesak lainnya. Dibunyikan pula untuk menandai tibanya waktu. Maka ada istilah dalam bahasa Jawa: wis wanci keteg. Artinya ”sudah waktu siang” yang diambil dari waktu saat tegteg dibunyikan.
kedatangan Islam tidak menghilangkan alat tersebut,justru tetap menjadikan alat tersebut sebagai alat pemberitahuan dan alat pertanda telah masuknya waktu salat (ashar, magrib, isya, subuh, dan duhur). Lihat gambar dibawah ini:















c.       Pengeras suara
Semakin modrnnya teknologi Pada masa orde baru ketika organisasi NU mulai ditekan sementara Islam modernis mulai mendapat tempat, maka ”debedukisasi” dilakukan, Kemudian dikembangkan program speakerisasi, Hanya dilingkungan masjid Nu dan kelompok Islam bermazhab yang tetap memakai beduk tetapi juga memakai pengeras suara,salah satunya adalah Masjid Al-Muhajirin.

d.      Mimbar
Mimbar memiliki fungsi yang penting untuk kegiatan-kegiatan ibadah di dalam Masjid. Mimbar masjid adalah hal yang mutlak diperlukan pada saat Khatib berdiri untuk memberikan khutbah jum’at, pengajian dan acara-acara lainnya.Mimbar di Masjid Al-Muhajirin berasitektur jepara , dan berwarna biru yang berukuran kurang lebih 1 meter kali 1 meter.(lihat gambar )











e.       Mihrab
Mihrab adalah tempat kecil pada pusat tembok sebelah barat dipakai oleh imam masjid.(lihat gambar dibawah ini )












5.5 Peran Masjid Al-Muhajirin terhadap masyarakat sekitar
Masjid sebagai salah satu pemenuhan kebutuhan spiritual sebenarnya bukan hanya berfungsi sebagai tempat shalat saja, tetapi juga merupakan pusat kegiatan sosial kemasyarakatan, seperti yang telah dicontohkan oleh Rasulullah saw. Beberapa ayat dalam Al quran menyebutkan bahwa fungsi masjid adalah sebagai tempat yang didalamnya banyak menyebut nama Allah (tempat berdzikir), tempat beri’tikaf, tempat beribadah (shalat), pusat pertemuan islam untuk membicarakan urusan hidup dan perjuangan (QS Ali Imran : 114; Al Hajj : 40; Ali Imran : 187; Al Jin : 18-19 ; Al Hajj : 25
Peran dari Masjid Al-Muhajirin sendiri diantaranya sebagai berikut :
1.        Sebagai Pusat  Pendidikan Islam
Masjid menjadi tempat bertemunya ulama dengan masyarakat umum. Keterlibatan dua pihak yang saling bersepakat untuk bertemu di sebuah tempat yang bernama masjid. Masjid itulah merupakan satu-satunya pusat kegiatan pendidikan bagi penduduk pedesaaan. Tak mengherankan apabila para Wali (yang lebih dikenal sebagi Wali Songo) ketika mendirikan kerajaan Islam pertama di Jawa, yaitu kerajaan Demak, berbarengan dengan itu juga mendirikan masjid Agung Demak.
Di Masjid Al-Muhajirin terdapat lembaga pendidikan TPQ (Taman Pendidikan Islam ) dan madrasah diniyah dari ibtidaiyah,Tsanawi,sampai Aliyah.hal ini membuktikan bahwa Masjid ini sangat berpengaruh dalam hal pendidikan masyarakat sekitar dan sebagai tempat untuk memperhalus benang spiritualisasi (hablum minallah).
Masyarakat yang belajar di lembaga tersebut sangat antusias,siswanya mulai dari anak-anak umur 5 tahun sampai yang sudah dewasa tetap mengabdi disitu dan banyak yang kemudian menjadi penerus pengurus masjid tersebut dan menjadi guru santri-santri baru di Masjid tersebut.(berikut gambar ruang kelas madrasah sebagai tempat mengaji)












2.       Kegiatan yang ada di Masjid Al-Muhajirin
Kegiatan di Masjid Al-Muhajirin selain untuk sholat juga sebagai tempat bermusyawarah untuk membahas permasalahan social (hablum minanas)..selain sholat 5 waktu,Sholat Jum’at yang dilaksanakan di Masjid Al-Muhajirin selalu berjalan hikmat karena sudah terjadwal untuk imamnya yang dipasang di teras masjid oleh takmir,sehinnga para Imam bisa lebih mempersiapakan diri dan sholatnyapun bisa berjalan hikmat.
Selain kegiatan harian diatas ,kegiatan tahunan Masjid Al-Muhajirin adalah mempetringati hari-hari besar Islam,melantik anggota takmir baru,dan berziarah di makam-makam para wali Allah.(sebagian foto saat berziarah dipasang di teras masjid).

3.       Upaya Pengurus dalam Mengembangkan Masjid Agung Al Munawwar
Upaya yang dilakukan pengurus-pengurus dalam mengembangkan Masjid Agung Al Munawwar yaitu selalu menjaga kebersihan Masjid, mengelola masjid dengan baik, dan membuat kegiatan-kegiatan yang bermanfaat bagi masyarakat.pengelolaan keuanganpun berjalan dengan baik,setiap bulan uang infaq selalau diberitahukan kepada masyarakat saat sholat jumat di minggu terakhir setiap bulannya.























BAB 6
PENUTUP

6.1 KESIMPULAN
              Masjid sebagai salah satu pemenuhan kebutuhan spiritual sebenarnya bukan hanya berfungsi sebagai tempat shalat saja, tetapi juga merupakan pusat kegiatan sosial kemasyarakatan.Masjid Al-Muhajirin memiliki potensi untuk menjadi pusat pendidikan dan peradaban.
Pengaruh arsitektur Hindu-Buddha terhadap masjid kuno Jawa (abad ke-15-16) jelas terlihat.Bentuk masjid Jawa pada abad ke-15 sampai 16, meski didirikan pada abad peralihan atau transisi, tetap merupakan ciri khas dan bagian dari sejarah perkembangan arsitektur Jawa. Ciri khas dari arsitektur Jawa terletak pada kemampuannya mempertahankan keasliannya meski dibanjiri oleh gelombang pengaruh dari luar. Hinduisme dan Budhisme dirangkul, tetapi akhirnya “dijawakan”. Agama Islam masuk ke Jawa, tetapi arsitektur Jawa semakin menemukan identitasnya.

6.2 SARAN
          Masjid Al-Muhajirin adalah masjid  yang berakulturasi dengan agama lain,kita sebaiknya melaksanakan peran masing-masing untuk menjaga dan melestarikan warisan budaya tersebut dengan sebaik mungkin dan memahaminya agar tidak terpengaruh oleh gaya Masjid modrn yang menghilangkan unsur-unsur budaya yang tidak terdapat dalam ajaran Islam di seluruh dunia/Internasional.