BAB
4
KAJIAN
PENELITIAN
Dari hasil penelitian dan observasi yang kami
lakukan, kami dapat menyajikan data-data yang kami peroleh
4.1 Kondisi Lapangan di Masjid
Al-Muhajirin
Lokasi Masjid Al-Muhajirin terletak di
dusun Gleduk Desa Gedangsewu,kec. Boyolangu, Tulungagung,
tepatnya di pondok pesantren almarhum bapak H. Mashuri Tempatnya berada di sebelah Barat
perempatan gledug masuk gang kiri jalan. . Lokasi dan medannya
mudah dijangkau membuat masjid ini
sering dikunjungi oleh para jamaah untuk beribadah . Jika ditempuh
dengan kendaraan bermotor, hanya memerlukan waktu kurang lebih 15 menit dari
pusat kota Tulungagung.
4.2 Masjid Al-Muhajirin
Gaya
arsitektur bangunan masjid Al-Muhajirin bila terlihat dari depan tampak seperti
bangunan candi Budha,yaitu bangunannya tinggi dan berundak-undak.kemudian pada
lengkungan-lengkungan jendela Masjid tersebut mengadopsi dari bangunan suci
Masjidil Aqsa.design interiornya sangat rapi dan penuh dengan ukir-ukiran serta
kaligrafi yang menjunjung tinggi asma Allah.yang mendesign ukir-ukiran dan
kaligrafi tersebut adalah Imam
Hambali atau yang lebih dikenal dengan mbah kumbang yang meniru dari ukiran
Jepara.
Bentuk bangunan masjid ini terdiri dari dua lantai
dengan atap yang berbentuk
tumpang
dua dan yang atas menjulang tinggi hal ini merupakan bukti akulturasi dari budaya
Hindu.Makna dari atap ini adalah
2 kalimat syahadat.
Tiang masjid (saka) berjumlah 16. Mimbar berasitektur
jepara , dan berwarna biru yang berukuran kurang lebih 1 meter kali 1 meter.
Disetiap dinding terdapat tulisan arab saf berjumlah 16. Pemberitauan waktu
solat dilakukan dengan memukul beduk atau kentungan.Atap atau langit-langit masjid terbuat dari kayu yang dianyam
berbentuk segitiga , dilengkapi dengan lampu bermodel jawa kuno.toilet masjid
terdapat sirkulasi air yang berfungsi untuk mensucikan kaki setelah
berwudhu.pembatas saf
perempuan dengan laki-laki hanya menggunakan tirai dari kain.bangunan dibuat
semegah didalam dan sesempit dari luar.
( gb.1 Masjid tampak dari luar )
4.3 Fungsi dan tujuan dibangunnya
Masjid
Fungsi dibangunnya masji
Al-Muhajirin selain sebagai tempat peribadatan juga sebagai tempat berkumpulnya
masyarakat untuk musyawarah sehingga dapat saling menjalin tali silaturrahmi
juga sebagai sarana pendidikan hal ini terbukti dengan dijadikannya lantai atas
masjid ini sebagai tempat ngaji oleh anak-anak sekitar masjid tersebut.
BAB
5
PEMBAHASAN
5.1 Sejarah
berdirinya Masjid Al-Muhajirin
Masjid Al-Muhajirin diresmikan pada Jumat Kliwon pada
tanggal tanggal 10 Juli 1992 oleh bupati daerah tingkat 2 Tulungagung Bapak
Drs.H. Jaefoedin Said. Masjid ini dibangun oleh H.Masyhuri Z. Dan
para sahabatnya sebagai pindahan dari masjid Jami kabupaten Tulungagung.
Pendirian masjid ini melibatkan 150 pekerja.
Masjid Agung Al Muhajirin sedikit demi sedikit sudah
memiliki rekaman sejarah, dengan penyeimbang masa generasinya.Sehingga dengan
keberadaan masjid ini dapat menumbuhkan kejasmanian dan kerohanian
generasi muda.
Bangunan Masjid Muhajirin
merupakan wujud bangunan kuno (tradisional), kita dapat melihatnya pada foto
Arsip daerah Tulungagung.Dimasjid inilah kita secara tidak langsung
berinteraksi dengan masyarakat, sehingga masjid menjadi pusat aktifitas
masyarakat untuk beribadah, dan berhubungan dengan Allah SWT dan juga dengan
manusia.
(gb.2 bukti
peresmian masjid)
5.2
Gaya arsitektur dari bangunan Masjid Al-Muhajirin Gedangsewu.
Gaya
arsitektur bangunan masjid Al-Muhajirin bila terlihat dari depan tampak seperti
bangunan candi Budha,yaitu bangunannya tinggi dan berundak-undak.kemudian pada
lengkungan-lengkungan jendela Masjid tersebut mengadopsi dari bangunan suci
Masjidil Aqsa.design interiornya sangat rapi dan penuh dengan ukir-ukiran serta
kaligrafi yang menjunjung tinggi asma Allah.yang mendesign ukir-ukiran dan
kaligrafi tersebut adalah Imam
Hambali atau yang lebih dikenal dengan mbah kumbang yang meniru dari ukiran
Jepara.
Bentuk
bangunan masjid ini terdiri dari dua lantai dengan atap yang berbentuk tumpang dua
dan yang atas menjulang tinggi seperti stupa candi,hal ini merupakan bukti akulturasi dari budaya
Hindu.Makna dari atap ini adalah
2 kalimat syahadat.
Tiang penyangga
masjid (saka) yang ada didalam berjumlah
12 dan yang diteras berjimlah 4 sehingga jumlah seluruh saka ada16.Disetiap dinding terdapat tulisan arab saf berjumlah
16 dan
memiliki perpaduan antara tulisan arab dan bahasa jawa serta tanpa ada
harokatnya.
Atap atau langit-langit masjid terbuat dari kayu yang dianyam
berbentuk segitiga , dilengkapi dengan lampu bermodel jawa kuno.Pada jendela
ruang
atas terdapat kaca berwarna-warni yang memancarkan cahaya bila dilihat dari
bawah tempat pusat peribadatan.Pembatas saf perempuan dengan laki-laki hanya menggunakan tirai
dari kain.Design bangunan
dibuat sangat megah didalam dan tampak sempit dari luar.
Selain itu di sebelah kiri
Masjid terdapat toilet dan
tempat wudlu yang memiliki sirkulasi
air untuk mensucikan kaki setelah berwudhu.Sedangkan disebelah kanan
masjid terdapat sebuah bangunan kuno yang kami sendiri belum tahu fungsi dan
sejarahnya.
(lihat gambar di bawah ini :)
a.
Ruangan didalam masjid
b.
Saka/tiang penyangga masjid
c.
Tempat wudlu
d.
Bangunan kuno di sebelah kanan masjid
.
5.3
Wujud akulturasi masjid Al-Muhajirin dengan
kebudayaan hindu/jawa
Berikut adalah bukti akulturasi dari
Masjid Al-Muhajirin
1. Beratap tumpang
Akulturasi budaya Atap Tumpang Masjid dengan
Atap Tumpang Meru. "Meru" Dalam bahasa sansekerta artinya Gunung,
persepsi budaya Hindu gunung adalah "pelinggih" Sang Hyang Widhi Wasa
(Tuhan Yang Masa Esa). Dan mereka percaya bahwa tempat yang tinggi merupakan
tempat yang dapat mendekatkan kepada Sang Pencipta. Dalam agama Hindu meru
terlihat pada bentuk bangunan pura.Wujud akulturasi budaya Atap Tumpang Meru
dengan Atap Tumpang Masjid adalah yang terjadi di Masjid Al-Muhajirin.
Tumpang dari Masjid Al-Muhajirin adalah bertumpang dua yang berarti 2
kalimat syahadat.Atap tersebut disusun semakin keatas semakin kecil dan
puncaknya dilengkapi dengan mustaka.
2. Ukiran
khas Jawa
Selain berakulturasi dengan agama
Hindu,Masjid Al-Muhajirin juga telah
berakulturasi dengan kebudayaan local,yang berwujud ukir-ukiran Jepara.(lihat
gambar)
3. Kaligrafi
Di tas tempat imam
terdapat perpaduan
kaligrafi dengan huruf arab dan jawa yang tidak menggunakan
harokat.Karateristik tersebut terdiri dari tiga baris, adanya bunyi dalam
bacaan bahasa Indonesia sebagai berikut :
Baris pertama
: Lailaha illalloh
muhammadar rosulullah.
Baris kedua
: Penget tatkala nyeler kiai Mangun (fihqon).
Baris ketiga
: Ing dino ahad kaping 11 sawal tahun 1262 H.
Tulisan
tersebut berada di sisi atas mihrab tepatnya di tengah-tengah hiasan imaman
dengan di kelilingi hiasan ukir-ukiran yang bermotif bunga.
4. Bedug
dan Kentongan
Bedug dan kentongan merupakan hasil dari akulturasi dengan
kebudayaan yang ada di Indonesia sebelumnya
5.4
Fungsi perangkat masjid di Masjid Al-Muhajirin
Gedangsewu
fungsi dari masing-masing perangkat
masjid adalah sebagai berikut:
a. Kentongan
Pada
dasarnya kentongan adalah tradisi kebudayaan hindu.Fungsi dari kentongan bagi
masyarakat Hindu berkaitan dengan pelaksanaan upacara seperti ketika nedunang
batara dan ketika nyimpen. Fungsi yang lain adalah sebagai tanda bahwa
pertemuan antara krama pura akan segera dimulai yang membicarakan berbagai
masalah tentang pura seperti : persiapan piodalan, rencana perbaikan pura dan
lain-lainnya.
Namun
setelah Islam datang fungsi dari kentongan diubah menjadi alat panggilan untuk
shalat yang dilakukan dengan cara dipukul.
b. Bedug
Adanya Bedug dikaitkan dengan
ekspedisi pasukan Cheng Ho abad ke-15. Kata Bedug juga sudah disinggung dalam
kidung Malat, sebuah karya sastra berbentuk kidung yang ditulis pada zaman
Mahapahit, dari kurun waktu abad ke 14-16 Masehi.
Amen
Budiman (1979: 40) mengatakan asal-usul bedug yang diletakkan di
serambi-serambi masjid Jawa, merupakan pengaruh arsitektur Cina, di mana bedug
diletakkan tergantung di serambi kelenteng.
Bedug pada masa itu berfungsi
sebagai alat komunikasi dan penanda waktu seperti perang, bencana alam, atau
hal mendesak lainnya. Dibunyikan pula untuk menandai tibanya waktu. Maka ada
istilah dalam bahasa Jawa: wis wanci keteg. Artinya ”sudah waktu siang” yang
diambil dari waktu saat tegteg dibunyikan.
kedatangan
Islam tidak menghilangkan alat tersebut,justru tetap menjadikan alat tersebut
sebagai alat pemberitahuan dan alat pertanda telah masuknya waktu salat (ashar,
magrib, isya, subuh, dan duhur). Lihat gambar dibawah ini:
c. Pengeras suara
Semakin modrnnya teknologi Pada masa orde baru ketika
organisasi NU mulai ditekan sementara Islam modernis mulai mendapat tempat,
maka ”debedukisasi” dilakukan, Kemudian dikembangkan program speakerisasi,
Hanya dilingkungan masjid Nu dan kelompok Islam bermazhab yang tetap memakai
beduk tetapi juga memakai pengeras suara,salah satunya adalah Masjid
Al-Muhajirin.
d. Mimbar
Mimbar memiliki
fungsi yang penting untuk kegiatan-kegiatan ibadah di dalam Masjid. Mimbar
masjid adalah hal yang mutlak diperlukan pada saat Khatib berdiri untuk
memberikan khutbah jum’at,
pengajian dan acara-acara lainnya.Mimbar
di
Masjid Al-Muhajirin berasitektur jepara ,
dan berwarna biru yang berukuran
kurang lebih 1 meter kali 1 meter.(lihat gambar )
e.
Mihrab
Mihrab
adalah tempat kecil pada pusat tembok sebelah barat dipakai oleh imam masjid.(lihat
gambar dibawah ini )
5.5
Peran Masjid Al-Muhajirin terhadap masyarakat sekitar
Masjid sebagai salah
satu pemenuhan kebutuhan spiritual sebenarnya bukan hanya berfungsi sebagai
tempat shalat saja, tetapi juga merupakan pusat kegiatan sosial kemasyarakatan,
seperti yang telah dicontohkan oleh Rasulullah saw. Beberapa ayat dalam Al quran
menyebutkan bahwa fungsi masjid adalah sebagai tempat yang didalamnya banyak
menyebut nama Allah (tempat berdzikir), tempat beri’tikaf, tempat beribadah
(shalat), pusat pertemuan islam untuk membicarakan urusan hidup dan perjuangan
(QS Ali Imran : 114; Al Hajj : 40; Ali Imran : 187; Al Jin : 18-19 ; Al Hajj :
25
Peran dari Masjid
Al-Muhajirin sendiri diantaranya sebagai berikut :
1.
Sebagai Pusat
Pendidikan Islam
Masjid menjadi tempat bertemunya ulama dengan masyarakat
umum. Keterlibatan dua pihak yang saling bersepakat untuk bertemu di sebuah tempat yang bernama masjid. Masjid itulah
merupakan satu-satunya pusat kegiatan pendidikan bagi penduduk pedesaaan.
Tak mengherankan apabila para Wali (yang lebih dikenal sebagi Wali Songo)
ketika mendirikan kerajaan Islam pertama di Jawa, yaitu kerajaan Demak,
berbarengan dengan itu juga mendirikan masjid Agung Demak.
Di
Masjid Al-Muhajirin terdapat lembaga pendidikan TPQ (Taman Pendidikan Islam )
dan madrasah diniyah dari ibtidaiyah,Tsanawi,sampai Aliyah.hal ini membuktikan
bahwa Masjid ini sangat berpengaruh dalam hal pendidikan masyarakat sekitar dan
sebagai tempat untuk memperhalus benang spiritualisasi (hablum minallah).
Masyarakat
yang belajar di lembaga tersebut sangat antusias,siswanya mulai dari anak-anak
umur 5 tahun sampai yang sudah dewasa tetap mengabdi disitu dan banyak yang
kemudian menjadi penerus pengurus masjid tersebut dan menjadi guru
santri-santri baru di Masjid tersebut.(berikut gambar ruang kelas madrasah
sebagai tempat mengaji)
2. Kegiatan yang ada di Masjid
Al-Muhajirin
Kegiatan di Masjid Al-Muhajirin selain untuk sholat
juga sebagai tempat bermusyawarah untuk membahas permasalahan social (hablum
minanas)..selain sholat 5 waktu,Sholat Jum’at yang dilaksanakan di Masjid
Al-Muhajirin selalu berjalan hikmat karena sudah terjadwal untuk imamnya yang
dipasang di teras masjid oleh takmir,sehinnga para Imam bisa lebih
mempersiapakan diri dan sholatnyapun bisa berjalan hikmat.
Selain
kegiatan harian diatas ,kegiatan tahunan Masjid Al-Muhajirin adalah
mempetringati hari-hari besar Islam,melantik anggota takmir baru,dan berziarah
di makam-makam para wali Allah.(sebagian foto saat berziarah dipasang di teras
masjid).
3. Upaya Pengurus dalam Mengembangkan
Masjid Agung Al Munawwar
Upaya yang
dilakukan pengurus-pengurus dalam mengembangkan Masjid Agung Al Munawwar yaitu
selalu menjaga kebersihan Masjid, mengelola masjid dengan baik, dan membuat
kegiatan-kegiatan yang bermanfaat bagi masyarakat.pengelolaan keuanganpun berjalan
dengan baik,setiap bulan uang infaq selalau diberitahukan kepada masyarakat
saat sholat jumat di minggu terakhir setiap bulannya.
BAB
6
PENUTUP
6.1
KESIMPULAN
Masjid sebagai salah satu pemenuhan kebutuhan spiritual
sebenarnya bukan hanya berfungsi sebagai tempat shalat saja, tetapi juga
merupakan pusat kegiatan sosial kemasyarakatan.Masjid
Al-Muhajirin memiliki potensi untuk menjadi pusat pendidikan dan peradaban.
Pengaruh arsitektur Hindu-Buddha
terhadap masjid kuno Jawa (abad ke-15-16) jelas terlihat.Bentuk masjid Jawa
pada abad ke-15 sampai 16, meski didirikan pada abad peralihan atau transisi,
tetap merupakan ciri khas dan bagian dari sejarah perkembangan arsitektur Jawa.
Ciri khas dari arsitektur Jawa terletak pada kemampuannya mempertahankan keasliannya
meski dibanjiri oleh gelombang pengaruh dari luar. Hinduisme dan Budhisme
dirangkul, tetapi akhirnya “dijawakan”. Agama Islam masuk ke Jawa, tetapi
arsitektur Jawa semakin menemukan identitasnya.
6.2
SARAN
Masjid
Al-Muhajirin adalah masjid yang
berakulturasi dengan agama lain,kita sebaiknya melaksanakan peran masing-masing
untuk menjaga dan melestarikan warisan budaya tersebut dengan sebaik mungkin
dan memahaminya agar tidak terpengaruh oleh gaya Masjid modrn yang
menghilangkan unsur-unsur budaya yang tidak terdapat dalam ajaran Islam di
seluruh dunia/Internasional.